NIKAH DINI, KENAPA TIDAK?

June 13, 2009 at 7:21 PM (Makalah Kajian Umum Mingguan MHTI)

Oleh : Anika Nuzul Hajar Yulia
(Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

Pendahuluan
Segala puji bagi Allah yang menjadikan manusia dan menciptakan untuknya istri-istri dari jenisnya sendiri, supaya dia cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dia jadikan diantara mereka, cinta dan kasih sayang. Nikah adalah termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah (Qs. 30:21). Dengan nikah kehidupan ini berlangsung. Dengan nikah hati kita tentram. Nikah adalah ibadah dan termasuk sunnahRasul. Barangsiapa tidak senang dengan nikah maka dia tidak termasuk golongan Beliau. Nikah dalah syariat Islam bukan sekedar tradisi, buakan pula untuk pemuasan syahwat, bukan pula semata-mata untuk memilih pasangan yang cantik atau kaya. Tetapi yang pokok dalam Islam, nikah adalah ibadah dan kenikmatan, dimana taqwa menjadi landasannya.
Namun semua itu, kini telah banyak dilalaikan dan diabaikan. Rasulullah bersabda: “jika datang kepadamu seseorang yang kau ridloi agamanya dan amanahnya, maka nikahkanlah dia. Kalau tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang luas. “ (HR. Tirmidzi).
Demi Allah engkau benar ya rasulullah. Itu memang fitnah.
Betapa banyak kini perawan tua di rumah.
Betapa banyak janda-janda di rumah sekarang.
Betapa banyak wanita yang tidak ingin nikah.
Betapa banyak wanita tidak bisa menjadi ibu
Dan betapa banyak pemuda tidak bisa menjadi bapak.
Itu semua tidak ada penyebab yang hakiki/syar’i. semua penyebabnya hanyalah khayalan. Entah mahalnya mahar yang mereka jadikan penghalang atau pendidikan yang mereka jadikan rintangan, atau adat istiadat dan tradisi yang mereka jadikan pencekik leher mereka.
Jangan Tergesa-gesa, dan Jangan Ditunda-tunda
Ada dua kutub anggapan yang beredar luas tentang pernikahan. Yang satu seperti terburu-buru, yang satu lagi terus menunda-nunda pernikahan. Mana anggapan yang benar? Semangat menggebu untuk menikah tentu boleh-boleh saja. Apalagi untuk menghindari perzinaan. Namun jangan sampai terlalu semangat menggenapkan separuh Dien, malah jadi tergesa-gesa. Sebenarnya masih ada satu lagi anggapan dalam masyarakat, yaitu pernikahan bukanlah sebuah institusi yang sakral lagi. Pendapat yang berbeda ini biasanya lahir dari cara pandang yang berbeda dan tidak utuh terhadap pernikahan, tidak dipahaminya lagi makna pernikahan dan dipersulitnya urusan pernikahan dari pihak orang tua.
Cara pandang yang terakhir disebut di atas, yang sering membawa pengaruh negatif di masyarakat. Nikah dianggap pengekang, penindasan, hanya urusan “orang-orang gedhe” bukan ABG. Mungkin ini juga yang menginspirasi Oppie Andaresta menciptakan lagu dengan bait syair ”berteman dengan siapa saja, I am single, and very happy….”. artinya kurang lebih begini, tanpa status “married” pun kita masih hidup, happy.
Berita yang sudah lewat tapi masih tetap hangat, kita ingat pernikahan Luthfiana Ulfa dengan syekh Puji, yang mengundang pro dan kontra. Ini salah satu contoh rumitnya masalah nikah ketika para pemberi komentar tidak punya standar yang jelas atau sama. Sebenarnya semua bermuara pada pembahasan “nikah dini”. Berbagai kalangan menentang dengan alasan “hak pendidikan anak”, belum dewasa, dsb., banyak orang tua menginginkan anaknya sekolah dulu, meskipun hukum nikah adalah boleh. Atau orang tua berpendapat, laki-laki sekarang kurang bisa di percaya, takut anakmya menderita, jadi mencari menantu pun dengan standar yang menyulitkan.
“Dini” Karbitan dan “Dini” Berkualitas
Mengurai masalah ini, dimulai dengan parameter yang sama terhadap penetapan masa seseorang dikatakan mampu dan siap mengarungi kehidupan pernikahan. Bagi masyarakat sekarang yang dikepung kultur konsumtif, materialistis, individualis, hedonis, dan berbagai produk turunan ideologi kapitalisme. Banyak sekali alasan, yang intinya tidak ada yang berani melepas gadis kecilnya menikah usia dini. Jenjang pendidikan SD, SMP, bahkan SMU masih dianggap anak-anak. Mereka dianggap bebas dari tanggungjawab kehidupan. Dari sisi penyebutan “anak-anak” ini saja, secara tidak langsung membawa dampak psikologi kelambatan responsibility, tanggungjawab. Padahal dengan ketersediaan gizi, mereka mempunyai sosok badan yang kokoh dan kuat. Dari sisi kematangan berfikir, terhambat oleh kurikulum sekolah yang hanya berupa transfer ilmu, bukan penancapan pemahaman bahwa ilmu tersebut harus mampu dan menjadi bekal untuk menyelesaikan problem hidup mereka.
Yang terjadi, anak-anak yang cepat dewasa dari sisi seksualitas/biologis bukan dari sisi tanggungjawab terhadap hidupnya. Merebaknya dekandensi moral dapat kita lihat dari pergaulan yang semakin permisif, laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim bebas berpasang-pasangan bergandengan tangan, bisnis prostitusi dilokalisasi dan menyumbang sektor pajak yang tinggi, di panti asuhan banyak anak yang tidak punya bapak ibu akibat perzinaan. Anak-anak tidak punya contoh panutan lagi di masyarakat, karena orang dewasa secara tidak langsung mengajarkan hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat secara begitu mudahnya. Poligami ditentang , tetapi selingkuh didiamkan, KKN, saling membunuh dst. Hasilnya adalah anak yang lambat dewasa, dan akan berbuntut panjang ketika menyangkut urusan menikah seperti gambaran di atas.
Sebenarnya, masyarakat sudah mulai mengindera hal mana yang sesuai fitrah dan mana yang tidak sesuai dengan fitrah. Anak-anak yang terseret kehidupan bebas akan melahirkan anak zina, tidak urung orang tua juga ikut menaggung malu. Ditambah lagi anak perempuan mereka dalam keadaan hamil, akan dukucilkan dari sekolah, tidak diperbolehkan ikut ujian akhir nasional. Namun, masih saja hal ini berulang, dan berulang. Tidak terpisahkan pula dengan budaya barat yang serba bolah dan permisif, institusi pernikahan yang sudah dianggap tidak sakral lagi.
Nikah Dini? Siapa Takut?!
Ketika anak-anak terhambat untuk mencapai kematangan berpikir di usia dewasa maka negara kehilangan generasi pemimpin yang berkualitas. Wajar jika negeri ini hanya menjadi pecundang. Para pemimpin tak menyadari bahwa musuh-musuh Islam sedang menghentikan laju progresivitas umat Islam. Ketika Islam menetapkan kedewasaan adalah saat anak mulai akil balig secara biologis. Maka pada saat itulah sebenarnya potensi kematangan berfikir bisa berfungsi optimal. Namun, berbagai UU yang digulirkan justru bagaikan memutar jarum jam agar berhenti bahkan kalau bisa bergerak terbalik. Istilah “anak” pun dikaburkan. UU perkawinan yang berlaku saat ini pun telah memundurkan target kedewasaan berfikir seorang anak, dari usia 9 tahun menjadi 16 tahun. Itupun masih ditutup dengan UU perlindungan anak yang menambah mundur istilah anak menjadi usia 18 tahun. (Ir. Lathifah Musa dalam mempersiapkan anak menikah dini, Al Wa’ie No. 101 )
Perkawinan memang menghadapi gempuran dan erosi baik makna maupun implementasinya. Maka perjuangan dakwah Islam tidak boleh terpisah dengan usaha pengembalian institusi pernikahan sesuai syara’ dalam bingkai tata pergaulan Islamy. Bukan sesuatu yang mudah, karena di dalamnya meliputi perang pemikiran antara ideologi Islam dan Kapitalisme. Perlu action yang sistematis, dalam level individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Solusi praktis yang bisa dilakukan orang tua menurut Ir. Lathifah Musa dalam mempersiapkan anak menikah dini, Al Wa’ie No. 101: memahami masa dewasa anak, merancang sistem pendidikan yang terbaik, tidak menyerahkan pendidikan kepada lembaga formal saja, orang tua menjadi teladan pertama dan utama, mengoptimalkan peran ibu, penanaman arti dan tujuan hidup bagi anak sejak dini, pernikahan bukan berarti menghilangkan tanggungjawab orang tua terhadap anak, serta adanya kerjasama yang baik antara orangtua dan menantu. Maka, niscaya generasi kita akan seperti Ali bin Abi Thalib yang menjadi panglima perang hebat ketika berusia 17 tahun, menjadi suami teladan dalam usia yang masih relatif muda.
Jadi, menikah dini?siapa berani?!

Makalah ini disampaikan dalam Kajian Umum Muslimah HTI Kel. Besar UGM

Sabtu, 30 Mei 2009 di Halaman Masjid Kampus UGM, 7-9 am

Permalink Leave a Comment

OPEN HOUSE Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia

January 29, 2009 at 5:05 PM (Agenda Kegiatan)

Open House Muslimah HTI Keluarga Besar UGM

Permalink Leave a Comment

Kajian Umum Mingguan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Keluarga Besar UGM

January 29, 2009 at 4:22 PM (Agenda Kegiatan)

Kajian Umum Mingguan Muslimah HTI Keluarga Besar UGM

Permalink Leave a Comment

MHTI Malang On Air di Radio: Menimbang Kuota Perempuan Sebagai Solusi Masalah Perempuan dan Anak

January 21, 2009 at 8:10 PM (Informasi)

HTI-Press. Sebagai pemanasan jelang Seminar Nasional Perempuan dan Anak, DPD II Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Malang Raya berkesempatan on air di beberapa radio, antara lain radio Citra FM (dulu RRI Citra Pro 3) pada 10 Januari 2009, radio Andalus FM pada 12 Januari 2009 dan radio Mitra FM pada 16 Januari 2009. On air di radio Citra FM ini menghadirkan pembicara Ustadzah Firqotun Najiyah. Sementara di radio Andalus FM menghadirkan Ustadzah Kholishoh Dzikri dan Yulia F.R. Sedangkan di radio Mitra FM menghadirkan Yulia F.R dan Ustadzah Firqotun Najiyah.

Dalam siaran on airnya di radio Citra FM, Ustadzah Najiyah mengungkapkan banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh perempuan dan anak di Indonesia saat ini. Seperti traficking, kekerasan, sulitnya akses kesehatan dan pendidikan yang berkualitas dan sebagainya. Sayangnya, upaya penyelesaian terhadap masalah-masalah ini, justru menimbulkan masalah baru.

Ustadzah Najiyah mengungkapkan, ”Masalah baru ini muncul karena adanya pandangan para feminis atau aktifis gender. Mereka mengganggap akar masalah dari problem-problem perempuan tersebut adalah kurangnya jumlah perempuan di jajaran kekuasaan, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Akhirnya, munculah tuntutan kuota 30% perempuan di legislatif.”

Ini mendorong para perempuan berbondong-bondonglah terjun ke dunia politik praktis dan melalaikan tugasnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Harapannya, aspirasi perempuan bisa tersalurkan dengan duduknya perempuan di kursi legislatif.

”Dengan demikian, mereka berharap masalah perempuan bisa diatasi. Tapi kenyataannya tidak,” kata Ustadzah Najiyah.

Hal senada diungkapkan oleh Ustadzah Kholishoh Dzikri dalam dialog di Radio Andalus FM, “Logika kaum feminis ini, jelas tidak bisa diterima. Karena masalah yang dihadapi perempuan saat ini bukanlah karena para pemegang kekuasaan adalah laki-laki atau perempuan.”

”Buktinya, menteri perempuan sudah pernah, presiden perempuan juga sudah pernah, kenyataannya masalah-masalah tersebut tetap menimpa perempuan.”

”Bahkan kalau kita lebih jeli, semua itu juga menimpa laki-laki. Artinya, semua masalah ini merupakan masalah manusia, masalah masyarakat. Kita tidak bisa melihatnya dengan kacamata masalah laki-laki atau perempuan. Akar masalah yang sebenarnya adalah diterapkannya sistem demokrasi yang meletakkan kedaulatan, hak membuat hukum ada ditangan manusia. Akibatnya, hukum dibuat sesuai kepentingan pembuat hukum. Sehingga MHTI menawarkan Syariah dan Khilafah Islam sebagai solusi masalah perempuan dan anak,” paparnya panjang lebar.

Saat ditanya pada sesi dialog di Radio Mitra FM mengenai apa yang harus dilakukan oleh muslimah saat ini, agar menjadi wanita yang mulia dan bisa keluar dari masalah, Yulia menyatakan, ”Sesungguhnya kemuliaan itu ada bersama Syariah Islam dan Khilafah Islam. Syariah dan Khilafah Islam tidak hanya membuat para wanita menjadi mulia, tapi juga memuliakan seluruh manusia. Itu didasarkan pada nash-nash dan sudah terbukti secara empirik.”

”Maka harapannya, kita, para muslimah bersama-sama memperjuangkan Syariah dan Khilafah. Dengan membina para muslimah di sekitar kita dengan pendidikan politik yang benar, berpolitik yang benar sesuai batas-batas Syariah. Dan yang terpenting, semua upaya ini, tidak melalaikan para muslimah dari tugas utama dan peran strategisnya sebagai Ibu dan pengatur rumah tangga, yaitu peran mendidik anak, mencetak generasi muslim yang unggul dan tangguh,” paparnya.

Warga Malang Raya, baik dari Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu sangat antusias mengikuti siaran ini. Buktinya radio-radio tersebut menerima beberapa telepon dan puluhan SMS berisi pertanyaan maupun pendapat.

Semoga bisa mewujudkan kesadaran politik Islam yang benar di wilayah Malang Raya. Kesadaran politik untuk kembali dan memperjuangkan penerapan Syariah dalam naungan Khilafah Islam. (mhti-malang)

Permalink Leave a Comment

Muslimah Under Obligation: Save Women and Children of Palestine !!!

January 21, 2009 at 8:01 PM (Agenda Kegiatan)

HTI-Press. Di tengah-tengah ramainya pemberitaan media mengenai penyerangan Israel ke Palestina, DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyelenggarakan Mimbar Intelektual Muslimah bertajuk “Muslimah Under Obligation: Save Women and children of Palestine”, Rabu (14/1) di Gedung University Center Universita Gajah Mada (UGM). Acara ini dihadiri 350 peserta muslimah yang terdiri dari mahasiswa, dosen, praktisi, birokrat, tokoh parpol, dan ormas seluruh daerah Istimewa Yogyakarta.

Acara diawali pemutaran film singkat yang berisi sejarah tanah Palestina Tanah Palestina adalah milik kaum muslimin. Ketua DPD I Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DIY Agustina Purlina S.T dalam open speech-nya memaparkan masalah Palestina merupakan masalah kita semua.

“Semua upaya yang dilakukan dunia internasional baik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun negeri-negeri Islam tidak menghentikan pembantaian kaum muslimin di Gaza. Sebanyak 42 persen korbannya perempuan dan anak-anak. Mereka -PBB, negara-negara kapitalis dan negeri-negeri muslim- melarang kita untuk menyelesaikan masalah Palestina dengan agama,” papar Agustina, S.T.

Hubungan Internasional Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Siti Muslikhati, M.Si membuka tabir usaha genoside kaum muslimin Palestina oleh Israel yang didukung Inggris dan Amerika Serikat sejak tahun 1948 sampai sekarang.

“Negara-negara muslim tidak bisa berbuat apa-apa, karena negeri muslim telah dipecah-belah menjadi lebih dari 50 negara. Mereka dipimpin penguasa boneka agen penjajah, dan sistem pemerintahan yang ada di negeri-negeri muslim tersebut memelihara hegemoni penjajahan terhadap dunia Islam dengan menerapkan sistem demokrasi,” tegas Siti Muslikhati, M.Si.

Siti Muslikhati, M.Si juga menyinggung mandulnya peran PBB dan organisasi internasional lainnya yang tidak bisa mencegah genosida kaum muslimin dunia. Realitas keberadaan organisasi-organisasi internasional seperti PBB dan OKI adalah kesatuan politik semu, yang tidak bisa menyatukan sikap negeri-negeri Islam. Solusi yang beliau sampaikan tidak cukup makanan dan obat-obatan, tetapi sikap yang harus diambil kaum muslimin adalah menyatukan kekuatan militer untuk menghentikan serangan Israel. Melakukan seruan u kepada pemimpin negeri-negeri Islam, supaya tidak tunduk di bawah hegemoni kapitalis dan menghimpun kekuatan politik dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

Pakar Kajian Timur Tengah dan Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Siti Muthi’ah Ph.D menjelaskan solusi-solusi yang ditawarkan pada saat ini tidak bisa menyelesaikan masalah palestina secara tuntas. “Berdasarkan fakta sejarah, resolusi yang ditawarkan Dewan Keamanan PBB sudah pernah di lakukan dan hasilnya nihil selalu dilanggar Israel.” Kepasifan negeri-negeri Islam terutama timur-tengah, salah satunya disebabkan pragmatisme mereka yang kaya minyak dan kedekatannya dengan Israel serta AS.

Sementara itu Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Ir. Febrianti Abassuni, M.Si. mengingatkan kembali bahwa kepedulian kaum intelektual muslimah terhadap Palestina harus didasarkan pada tali persaudaraan (ukhuwah) sesama muslim yang dilandaskan pada Aqidah Islam.

“Tidak benar bila masalah Palestina hanya dipandang pada solidaritas kemanusiaan semata. Solusi terhadap tragedi kemanusiaan Palestina seharusnya tidak dijawab dengan obat-obatan dan makanan sebagai solusi pragmatis, tetapi dengan solusi tuntas berasal dari hukum-hukum ALLAH SWT, sang Pencipta manusia (Al-Quran dan Sunnah) yaitu dengan jihad dan khilafah,” kata Jurbir MHTI.

Solusi ini sudah terbukti sejak masa Rasulullah saw sampai runtuhnya Daulah Utsmaniyah. Solusi ini mampu mensejahterakan seluruh umat manusia di dunia. Kondisi dunia pasca runtuhnya Daulah Utsmaniyah dan diganti dengan Kapitalisme menyebabkan kondisi umat manusia terperosok dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah Palestina. Masalah Palestina menjadi tereduksi oleh kepentigan politik dunia yang di dominasi negara-negara Kapitalisme. Ditambah opini dunia kapitalis yang menganggap masalah Palestina bukan masalah agama, tetapi masalah Fatah dan Hamas. Oleh karena itu beliau menyeru kepada para intelektual muslimah untuk bersama-sama kembali memahami konsep-konsep tata kehidupan dunia berdasar Al-Qur’an dan As-Sunnah.

“Hendaknya intelektual muslimah terlibat dalam upaya perjuangan menyelamatkan dunia dengan Khilafah dan meninggalkan perannya (yang disetting penjajah) sebagai pelayan penjajah dalam kotak sekulerisme,” tandas Jurbir MHTI. Ajakan tersebut di sambut dengan gemuruh takbir oleh semua peserta yang hadir di ruangan.

Acara ini semakin menarik dan mampu menggugah perasaan serta pemikiran peserta, dengan penampilan aksi teatrikal, puisi dan film-film singkat yang menggambarkan penderitaan kaum muslimin di Palestina. Dalam tampilan tersebut disampaikan kewajiban kaum muslimin untuk kembali pada Islam dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah demi menghentikan semua penderitaan kaum muslimin, akibat diterapkannya aturan Kapitalisme. (mhti-diy)

Permalink 2 Comments

Next page »